Siapa dia? Siapa yang menulis surat itu?
Gue shock, gue terkejut, gue imut (?). Gue kaget, bener-bener kaget, pas temen gue itu nyebutin nama si pengirim surat cinta monyet tersebut.
"Bian Dwi Ananda", katanya.
*ctaaar ctaaar ctaaar*. Petir di siang bolong sepertinya langsung muncul saat itu. Entah hanya di khayalan gue, entah emang beneran. Yang jelas, GUE GA PERCAYA.
Gue rebut surat cinta monyet itu dari tangan temen gue. Mata gue langsung tertuju ke bawah kanan, dan di situ ada tulisan nama si pengirim ditambah tanda tangannya. Dan memang bener, itu dia.
Emang, seharusnya gue seneng atau bahagia karena berarti dia juga suka sama gue. Tapi sayang, entah kenapa tiba-tiba berkelebatlah pertanyaan-pertanyaan bodoh di otak gue.
"Gimana kalau itu boong?"
"Gimana kalau itu cuma bikinan temennya?"
"Gimana kalau pacaran nanti?"
"Ha? Pacaran? Apaan sih?"
"Gimana kalau dia ga sesuai sama kepribadian gue?"
"Apa ini yang namanya CINTA?"
"Ah udahlah..."
Gue-pada saat itu-memang masih terlalu dini untuk memikirkan hal seperti itu. Alhasil, surat cinta monyet itu pun gue biarkan.
Sebulan-entah dua bulan, gue lupa-, datang surat cinta monyet kedua. Masih dari orang yang sama, tapi bukan dia sendiri yang ngasih ke gue. Temennya. Mungkin kepribadian gue emang udah tumbuh dari kecil-gue suka seseorang yang manly, yang cukup jantan buat nyatain cintanya-maka gue coba terima surat itu. Setelah gue baca, gombalannya masih sama seperti dulu. Ini anak kurang kreatif, pikir gue. Coba kek, untuk para cowok nih, kalau ngasih gombalan, yang bermutu dikit napa sih. Contohnya,
"Neng, kalau kamu kumbang, abang rela jadi sepedanya.." *ohsoswit* #plak
atau
"Neng, kalau kamu kupu-kupunya, abang rela jadi malamnya.." *ohsoswit* #plak
(Oke itu gombalan yang salah).
Ini dia gombalan yang bener dan kreatif:
"Kalau aku jadi SUPERMAN, kamu mau kan jadi SUPERMOM buat anak-anak kita nanti?" *ohsoswit*
atau
"Kamu gesit ya? Mencuri hatiku tapi ga ketangkep polisi.." *ohsoswit*
Nah itu dia, akhirnya gue memutuskan untuk membiarkannya (lagi).
Hingga saat gue akhirnya duduk di kelas 5 SD. Sekolah gue udah selesai direnovasi dan kelas baru pun bisa dinikmati. Saat-saat kelas 5 SD inilah yang paling berkesan. Gue sering bercanda sama dia, ledek-ledekan sama dia, dan mungkin saat itu gue udah lupa bahwa dia pernah ngirim surat yang belum gue respon sampe detik ini. Sampai suatu hari, hari yang cukup kelabu buat dia. Kakaknya meninggal. Gue cukup kenal dengan kakaknya. Almarhum adalah seorang yang baik, bisa jagain adik-adiknya termasuk Bian, seorang yang taat agama juga. Gue juga ngerasa kehilangan yang teramat. Jujur aja, meskipun gue bukan siapa-siapanya, tapi almarhum udah jadi seperti kakak buat gue.
Dan Bian pun pindah rumah dan sekolah.
Di situ, gue merasa kehilangan banget. Ledekannya, tangisan gue yang dia buat, gue rindu itu.
Dan sekarang, gue suka ketawa atau senyum-senyum sendiri kalau inget zaman jahiliyah itu. Hahaha.
To be continued...
No comments:
Post a Comment