Terlalu banyak kejadian buruk yang menimpa gue di minggu-minggu ini.
Apa yang baru saja gue harepin di awal bulan Maret ini, kandas sudah. Bukan, gue bukan ngomongin tentang cinta di sini, tapi tentang sesuatu yang bikin gue meres otak. Sebuah kenyataan yang udah gue pikirkan kemungkinan buruknya.
Semenjak tahun 2011 ini, gue emang udah bertekad buat memandang sesuatu itu lewat 2 atau 3 kemungkinan dan belajar untuk bisa nerima kemungkinan terburuk dari semua itu. Ga mudah memang.
Dan ini gue praktekan saat kelas gue mengikuti sebuah ajang bergengsi. Gue dengan tim gue, yang notabene udah capek-capek membuat itu semua, mikirin ide-ide yang barangkali ga pernah terpikirkan oleh orang lain, dan SAMPE BALIK PUKUL SETENGAH SEPULUH MALEM! SETENGAH SEPULUH, MAMEN! Itu udah termasuk larut malam bagi kami, anak-anak di pesisian.
Dari awal, jujur, gue udah nyiapin 3 kemungkinan yang bakal terjadi;
1. Kita juara pertama, kita seneng banget. Oke.
2. Kita juara 2 atau 3, ga apa-apa, kita tetep seneng.
3. Kita kalah, dan itu pasti bikin mental kita down.
Mulai sejak itulah, gue mulai menyiapkan mental jikalau kelas gue kalah. Tapi, gue ga nyerah begitu aja. Bahkan, karena suatu kejadian 'salah pencet', satu berkas, kehapus semua, dan alhasil gue harus start from the scratch-ngetik ulang dari awal-. Waktu itu jam dinding gue udah menunjukkan pukul 11 malem. Bagus!
Gue dan temen-temen yang lain, nyari-nyari informasi tentang persiapan rival lain. Kita telaah satu per satu, dan kita prediksikan siapa yang bakal menang. Satu rival terberat kita adalah Supranatural. Tapi temen-temen selalu ngeyakinin bahwa berkas kita bagus dan bagus. Itu doang.
Hari ini, sore tadi tepatnya, semua terjawab sudah. Semua kemungkinan yang gue siapin terbukti sudah. Saat gue, Suci, dan Dina pulang dari KOPSIS dan hendak ke kelas, ga sengaja di mading sekolah gue liat pengumuman pemenang lomba, dan salah satunya adalah lomba itu. Sontak gue kaget, gue ga nemu judul berkas kelas gue di situ, dan malah terpampang sebuah berkas yang gue ga yakin apa itu pantas. Gue ya, sebagai orang yang mengerti bahasa dan bertatakrama, sempet mikir tentang isi dari berkas itu. Apakah itu pantas?
Selama seharian ini, otak gue, pikiran gue terus menggeluti masalah ini. Semua hal gue coba sangkut-pautkan dalam masalah ini, meskipun itu kagak nyambung, tapi masa bodo-lah. Gue terima kalau kelas kita kalah, tapi apakah berkas kami sejelek itu?
Gue mau minta jawaban pasti dari kalian, hey para juri, meski itu artinya kisah cinta gue di ujung tanduk!
No comments:
Post a Comment