Pagi ini gue bangun jam 04.58 WIB. Sebenernya mbah a.k.a nenek gue udah ngebangunin dari jam 04.30 tapi emang dasarnya gue terlalu rajin atau malah saking rajinnya (mungkin kata-kata ini perlu dicetak miring) jadinya gue bangun jam segindang.
Langsung gue cuci muka dan ambil wudhu buat solat shubuh. Ah, alhamdulillah Yaa Rabb, gue masih bisa merasakan oksigen yang bebas gue hirup sampe berapapun juga, meski itu sampe beratus-ratus gentong.
And then gue langsung cabut mandi, soalnya Sholat Ied di masjid deket rumah gue dimulai tepat pukul 06.00 WIB (atau mungkin yaa agak ngaret-ngaret gitu. Maklumlah, jam Indonesia kan jam elastis). Sekitar jam 05.48 WIB gue selesai mandi dan bersolek ria (halaah, abot bahasanya), dan langsung melangkahkan (sekitar) 20 langkah kaki saja untuk sampai ke tempat di mana gue bakal melakukan sholat Ied.
Sekitar 10 menitan, akhirnya Sholat Ied selesai, di mana pas sholat Ied itu sang Imam membacakan surah Adh-Dhuha dan Aa..a..a..ah gue lupa apa nama surahnya, pokoknye yang banyak "Robbanaa" nya gitulah.
Pada saat khutbah yang bertemakan tentang Idul Adha a.k.a penyembelihan Nabi Ibrahim a.s. terhadap anaknya yakni Nabi Ismail a.s., pikiran gue langsung kayak yang flashback ke zaman-zaman waktu gue pertama kali ikut ESQ (Emotional and Spiritual Intelligence). Gue masih inget di mana telinga dan hati gue mendengarkan sang narator yang menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. Meski gue sebenernya udah bosen sama cerita itu, tapi Yaa Allah entah mengapa waktu ESQ itu secara tidak sadar gue meneteskan air mata sampai ga bisa berhenti. Jiwa dan raga gue seolah dibawa ke zaman 1900 SM pada saat Nabi Ibrahim a.s. baru saja diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul Allah. Masih teringat jelas di kepala gue, betapa besar ketaqwaan Nabi Ibrahim a.s. kepada Allah, Tuhan Pencipta alam semesta ini. Beliau yang telah lama belum dikaruniai seorang anak, di setiap malamnya bersama sang istri Siti Hajar berdoa kepada Allah, hingga akhirnya Allah memberikan seorang anak laki-laki kepada mereka yang diberi nama Ismail. Sungguh kebahagian yang tiada tara bagi suami-istri yang sudah lama tidak dikaruniai anak. Namun tak lama setelah itu, Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim a.s. untuk meninggalkan Ismail dan Siti Hajar di antara Bukit Shafa dan Marwah, di padang pasir yang tandus. Bisa gue bayangkan, bagaimana perasaan Nabi Ibrahim a.s. saat harus meninggalkan orang-orang yang sangat ia cintai.
Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun, hingga sampai waktu Allah memerintahkan Ibrahim untuk kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Siti Hajar dan Ismail. Bisa dibayangkan sodarah, betapa senang hati beliau bisa bertemu kembali dengan keluarganya, dengan orang-orang yang sangat ia cintai. Saat ia kembali, sungguh ia tak percaya bahwa tempat yang dulu tandus, kini telah menjadi tempat yang subur dan makmur. Ia sangat bahagia.
Namun cobaan itu datang lagi. Mimpi menyembelih anaknya sendiri, yakni Ismail, selalu menghampirinya tiap malam. Ia bertanya kepadanya dirinya sendiri, apakah ini perintah Allah ataukah hanya sekadar godaan para syaitonirrojim? Ia bercerita kepada Ismail, dan tahukan sodarah apa yang Ismail katakan? "Laksanakanlah yah, dan kau akan temukan aku sebagai anak yang sholeh" (dan sumpah di sini gue terharu sangat). Lalu, mereka pergi ke atas bukit.
Pedang telah menempel di leher nabi Ismail a.s., namun hati tak dapat dibohongi, nabi Ibrahim meneteskan air mata. Nabi Ismail a.s. berkata "Lepaskan bajuku ayah, agar tidak ada darah yang menempel di baju ini. Agar ayah dan ibu tidak bersedih saat melihat baju ini". Lalu nabi Ibrahim a.s. melepaskan bajunya. Pedang telah menempel, tapi tak kunjung jua Ibrahim menyembelih Ismail, lalu ismail berkata "Baiklah yah, aku akan membalikkan badan, agar ini lebih memudahkanmu". Ismail pun membalikkan padanya. Para syetan pun mengganggu keteguhan hati Nabi Ibrahim a.s. sampai ia melemparkan batu 7 kali ke arah mereka. Akhirnya waktu yang dinanti tiba, Ibrahim akan menyembelih anaknya sendiri. Pada saat ia menekan pedang lebih dalam, di mana darah satu per satu menetes, sebuah gemuruh suara berkata "Wahai Ibrahim, kau benarkan mimpi-Ku. Ternyata cintamu sungguh besar terhadap-Ku. Sungguh kau masuk ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa". Seketika apa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim berubah menjadi seekor gibas yang besar. Dan Nabi Ismail a.s. telah berada di belakangnya, memegang pundaknya, dan keduanya berseru "ALLAHU AKBAR. ALLAHU AKBAR. ALLAHU AKBAR!". (sumpehnya gue deg-degan nulis cerita ini semua. Waktu ESQ juga, part ini yang bikin gue nangis lebanon sampai ga nyadar bahwa tissue gue abis!)
Khutbah pagi ini juga hampir sama kayak cerita di atas, tapi ada yang sedikit dikurangi pas bagian "pedang menempel blablablabla" nya. Dan kesimpulan yang gue dapat dari khutbah tadi, yaitu :
"Bahwa qurban itu Allah tidak perlu daging atau darahnya, tapi Allah hanya perlu kecintaan dan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT. Kalau kita melakukan qurban karena hanya gengsi, ingin riya, atau apalah (pokoknya tidak ikhlas karena Allah), semua itu tidak akan diterima oleh Allah SWT."
No comments:
Post a Comment