Sunday, December 5, 2010

Madingku bukan Madingmu

Pagi hari ini semua berjalan biasa, tapi gue berusaha menghindar dari PERPUS. Entah mengapa sodarah, tapi hati gue bilang supaya menjauh dari PERPUS untuk sehari itu. Tapi, si Dina (makhluk absurd yang paling riweuh) terus aja ngajak gue kemana-mana lewat perpus. Dan hari itu, gue GA MAU KETEMU SAMA MR. N!

Sehari itu, ga ada masalah sama sekali. Gue, dan temen-temen kelas yang lain (baca : termasuk para makhluk ABSURD) berusaha menuntaskan project mading yang harus dikumpulkan hari itu juga untuk diikutkan di sebuah lomba mading antar-kelas. Bu Iis, guru PLH gue, hari ini ga ngajar karena beliau kebetulan sedang ada di Garut, so kita pakai waktunya buat ngerjain mading. Di tengah ngerjain mading, beliau nelfon Acid tapi ga diangkat karena Acid lagi ngider ngumpulin uang kas. Ga lama abis itu, Bu Iis nelfon gue dan memberi amanat ke gue supaya kelas ga ribut. Okeh, untuk satu menit kemudia kelas mulai tenang, eh setelah 15 menit berlanjut, kelas gue berubah menjadi pasar, sodarah. Ya mungkin karena gue imut (tetep) (?).

Mading udah setengah jadi (baca : dengan ornamen-ornanmen ga jelasnya) tapi waktu buat nerusin ga memungkinkan, soalnya kita harus ikut PU masing-masing dulu. Dan gue dengan wida langsung cabut PU Biologi. Dan bagai ditembak sama Justin bieber di malam jumat kliwon (ga mungkin banget), UAS materi biologi bakalan sampe bab FUNGI! OH MY, YEAAAAAH!

Cukup dengan biologi, akhirnya gue balik lagi ke kelas, nyelesain mading. Waktu tinggal ½ jam, dan materi mading belum ditempel satu pun sodarah! Gue bingung, gue panik, gue melongo, gue koprol, gue imut (?).  Maaf sodarah, bukan begitu kamsutnya, tapi gue panik at the moment. Bagaimana tidak? Double tape habis, sodarah! Gue, Dina, dan Anggita lari-lari ke depan sekolah buat beli double tape, tapi hasilnya? NIHIL, SODARAH! NICE. Dan saat balik ke kelas, Brian dengan sigap membantu membeli ke pinggir sekolah, dan ga nyampe 10 menit, dia udah balik. WOW,  A-M-A-Z-I-N-G!
Dan perlu kalian ketahui, ide mading kelas gue yang menggunakan latar kain batik DICONTEK oleh kelas tetangga. Bukan kamsut gue menyindir di sini, tapi itu memang kenyataan sodarah. Salah satu diantara mereka, sebut saja namanya si Y, bilang ke ketua redaksi kita kurang lebih seperti ini “Makasih ya git, idenya aku contek!”.
Pengen banget gue langsung ke kelas mereka sambil bawa pistol air dan bilang “HEY YOU, WHAT THE HELL YOU STOLE OUR IDEA?”, terus langsung gue tembakan pistolnya ke mereka satu per satu, sama kayak yang peristiwa di Universitas Virginia (cuma bedanya kalau di Virginia pake pistol revolver, kalau gue pake pistol air).

Namun, gue pasti tak bakal melakukannya, dikarenakan gue masih imut (?). Selama ½ jam itu, kita semua (baca : yang ada di situ dan yang turut ikut ambil bagian) menyelesaikan tiap mading di situ. Dan gue? Hanya membantu beberapa bagian.

Tiba-tiba Satria bilang, “Hey, tuh kelas X-* udah dikumpulin! Cepet!”. Terus temen gue yang satu lagi, entah siapa, yang notabene dia hobinya ngekomen mulu, tapi ga gerak sama sekali juga bilang, “Geuwat atuh! Bisi ku jurina disangka urang nu maling ide manehannana!” (translate : Cepet dong! Nanti sama jurinya disangka kita yang nyuri ide mereka!). Gue (yang udah enek sama ocehan-ocehan) langsung nyamber, “Udahlah, kalian kerja aja kagak, ngebantu aja kagak, bisanya cuma ngomentar tanpa ngasih ide lain! Biarin aja orang lain mah, urus punya kita dulu!”.

Mereka langsung diam, sodarah! Hebat, bukan?

Okeh, balik lagi ke soal mading. Akhirnya kita selesai, dan langsung kita bawa ke podium, tempat penilaian bakal berlangsung. Tapi sempat terjadi kemacetan di beberapa titik, sodarah. Yak, kemacetan karena kami ingin berfoto dengan mading kebanggaan sebelum mading ini dinilai. Satu, dua, hingga entah berapa jepretan berlalu, dan tibalah di podium. Do you know, sodarah? Mading kita ditaroh di sebelah mading yang bagusnya naudzubillah. And how about our mading? Subhanallah, makin keliatan jeleknya. Tapi, menurut gue bukan jelek sih, mading kita sederhana. Yak, sederhana seperti ini :








Nah itu mading kita, lumayan kan? Meskipun ga secantik punya kelas XI IA 4, ga sebagus punya XI IA 5, dan ga se-Indonesia punya XI IA 3, tapi kami dapet juara 4 (seengganya).

Saat sebelum penilaian, gue berdiri di pinggir podium bareng Dina. Dina bilang, “Nad, jajan yuk ke KOPSIS!”. Gue (dengan perasaan ga enak dan langsung membalikkan badan) “Yuk, gue juga laper sih!”. Dan saat gue membalikkan badan itu, DIA, orang yang tlah masuk alam bawah sadar gue, tiba-tiba lewat sambil membungkukan badan. Seperti biasa, satu kata terlontar dari bibir gue, “ASTAGHFIRULLAHALADZIM”! Dan lama banget dia di podium. Gue komat-kamit membaca doa agar dia pergi (emang ada doanya ya?), tapi hati gue pengen dia tetep di situ. Sampe akhirnya dia pergi, dan gue langsung ke tempat dia berdiri (tadi), karena kebetulan tempatnya ga jauh dari letak mading kita.

Penilaian dimulai…

Gue bersama Acid, Suci, dan Dina (baca : para makhluk ABSURD), akhirnya bisa meyakinkan para juri buat ngasih nilai terbaik untuk karya kita. Dan gue, udah kayak saleswoman saat ngasih penjelasan untuk ketiga juri, yakni Pak Vidi Aldiano (guru sejarah gue), Pak Duddy, dan Pak Seni Rupa (maaf pak, saya lupa nama bapak!). Juri pertama, yakni Pak Vidi Aldiano. Gue yang pertama bicara. Sebetulnya gue paling males kayak gini, tapi apa boleh buat, demi kelas, gue usahain yang terbaik. Ini, kurang lebih, penjelasan yang gue kasih kepada Pak Vidi Aldiano

”Jadi begini ya, Pak. Kami di sini menggunakan konsep Indonesia, seperti tema yang telah ditetapkan yakni NEGERIKU. Bisa dilihat di sini pak, judul mading kami yakni “Merah Putih” menggambarkan warna lambang bendera negara Indonesia. Sedangkan latar, di sini kami menggunakan kain batik karena batik merupakan warisan kebudayaan leluhur atau nenek moyang kita dahulu yang paling berharga. Dan kemarin-kemarin, sempat terjadi percecokan antara Indonesia dengan negara tetangga, yakni Malaysia, tentang batik ini. Setelah ini itu, perjuangan yang alot, akhirnya batik dapat kembali ke tanah Indonesia. Dan di sini, kami juga ingin mempatenkan bahwa batik memang milik kita, bangsa Indonesia. Dan bisa dilihat di sini pak, ada 6 lipatan yang menandakan Indonesia telah memiliki 6 presiden dari dulu hingga detik ini.”

Yak, hampir semua juri, gue kasih penjelasan yang hampir sama. Jawaban dan pertanyaan dijawab oleh Dina, Acid, Suci, atau gue. Dan sempat ada pertanyaan dari Pak Vidi Aldiano, yang menanyakan kenapa ada hiasan pohon di samping kanan dan kiri, apakah itu hanya hiasan atau memiliki arti? Gue ga punya ide apa-apa, langsung gue lempar ke Dina. Dina berpikir sejenak, dan langsung bilang “Begini, pak. Kan Indonesia ini memiliki sejarah, sedangkan sejarah ini berasal dari bahasa Arab, yakni syajarotun yang artinya pohon”. Dan Pak Vidi Aldiano pun manggut-manggut dan sepertinya merasa puas dengan jawaban tersebut. Bener-bener jawaban yang BRILIAN, din! (semoga orangnya ga baca).

Semua berlalu begitu saja, sampai akhirnya sampe ke penilaian oleh Pak Duddy. Sebenernya gue dah was-was sama juri yang satu ini, tapi setelah ngobrol-ngobrol dengan beliau, ternyata beliau-lah juri yang paling baik, dan memberi mading kita THE WINNER OF CONTAIN! Dan satu lagi, beliau ngasih kartu nama dan emailnya kalau kita mau ngirim karya tulis kita ke beliau! HOW AMAZING IS IT!

Yah, begitulah hari jumat yang sangat melelahkan. Dan pasti akan datang hari-hari lainnya yang lebih melelahkan. Okeh, babay sodarah! 

No comments:

Post a Comment